Logika berasal dari kata
Yunani kuno λόγος (
logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang
filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin:
logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur
[1].
Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
[]Logika sebagai ilmu pengetahuan
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.
[]Logika sebagai cabang filsafat
Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis di sini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya
filsafat di
Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan
kesesatan penalarannya.
Logika digunakan untuk melakukan
pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk
inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang
filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang
matematika. logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran
[]Dasar-dasar Logika
Konsep
bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa
kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif.
Penalaran deduktif—kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen deduktif:
- Setiap mamalia punya sebuah jantung
- Semua kuda adalah mamalia
- ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
- Kuda Sumba punya sebuah jantung
- Kuda Australia punya sebuah jantung
- Kuda Amerika punya sebuah jantung
- Kuda Inggris punya sebuah jantung
- ...
- ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.
Deduktif | Induktif |
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar | Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar. |
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis. | Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis. |
[]Sejarah Logika
[]Masa Yunani Kuno
Logika dimulai sejak
Thales (
624 SM -
548 SM),
filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.
Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan
logika induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut
logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah
arkhealam semesta dengan alasan bahwa air adalah
jiwa segala sesuatu.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
- Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
- Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
- Air jugalah uap
- Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (
427 SM-
347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.
Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan
analitica , yang secara khusus meneliti berbagai
argumentasi yang berangkat dari
proposisi yang benar, dan
dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah
silogisme.
Buku Aristoteles to Oraganon (alat) berjumlah enam, yaitu:
- Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
- De interpretatione tentang keputusan-keputusan
- Analytica Posteriora tentang pembuktian.
- Analytica Priora tentang Silogisme.
- Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
- De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium
334 SM -
226 SM pelopor
Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (
130 M -
201 M) dan Sextus Empiricus
200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Porohyus (
232 -
305) membuat suatu pengantar (
eisagoge) pada
Categoriae, salah satu buku Aristoteles.
Boethius (
480-
524) menerjemahkan
Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya.
Johanes Damascenus (
674 -
749) menerbitkan
Fons Scienteae.